Senin, 01 Juni 2015

Masailul Fiqh Tentang Ihdah Wanita Karier



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Fiman Allah SWT :
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
Artinya:sesungguhnya yang paling mulia disisi Allah adalah di antara kalian yang paling bertakwa. (QS. Al-Hujarat(49): 13)
Pada ayat di atas ini menyatakan bahwa  kemuliaan seseorang bukan dilihat dari fisiknya saja, tapi melihat pada ketakwaan seseorang. Baik itu pemuda, dewasa, tua, kaya, miskin, kuat, lemah, laki-laki mau pun wanita semuanya sama di sisi Allah SWT. Pada kenyataanya  wanita di anggap  mahluk yang lemah dibandingkan laki-laki.
Semua agama mempunyai perhatian yang spesifik terhadap wanita. Dalam Al- Qur’an terdapat sebuah surat yang diberi nama “surat wanita” (surat Al-Nisa’) yang terdiri dari 176 ayat. Disamping itu terdapat ayat-ayat yang terdapat dalam surat lain yang membahas tentang wanita, dari yang obyektif-subyektif dan yang positif-negatif.
Wanita pada zaman jahiliyah diperdagangkan dan dijadikan budak serta dijadikan pemuas nafsu seksual. Mereka dianggap barang yang najis dan membawa malapetaka. Bahkan ada sebuah kitab hasil karya manusia yang dianggap “kitab suci”, menjelaskan bahwa ada bebrapa Nabi yang tergoda untuk berstubuh dengan anak kandungnya sendiri. Juga dikisahkan ada seseorang yang menyuruh istrinya berzina dengan penguasa, untuk menjaga keselamtan suaminya.
Di zaman yang serba modern ini, pelecehan terhadap wanita dikemas begitu indahnya berupa bebrapa paket yang ditawarkan lewat media cetak dan elektronika. Mereka menggunakan assesoris yang sangat gemerlap, padahal pada dasarnya mereka dieksploitasi oleh kelompok tertentu atau mucikari  dari kelas menengah sampai kelas atas. Modernisasi yang disertai westernisasi yang merambah ke seluruh penjuru dunia bisa mengikis budaya-budaya lokal, bahkan telah menciptakan suatu tatanan baru yang lebih menjurus pada faham materialisme dan kebebasab seks.
Rasulullah SAW bersabda, “Surga berada ditelapak kaki ibu”. Dalam pengertian lain bahwa wanita merupakan sumber daya manusia yang potensial untuk melahirkan surga (kesejahteraan). Kalau sember daya ini diporak-porandakan lewat kemasan yang baik dan bertujuan untuk kepentingan tertentu, maka kaum wanita bukan lagi memiliki surga di telapak kakinya melainkan neraka.[1]
Makalah ini akan menjelaskan mengenai apa yang dimaksud dengan wanita karir dan bagaimana hukum ihdadnya menurut para ulama. Semoga dapat menambah ilmu yang bermanfaat kepada kita semua.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud wanita karir ?
2.      Apa pengertian ihdad ?
3.      Apa hukum ihdad wanita karir ?
C.    Tujuan
1.      Mengetahui apa yang dimaksud wanita karir.
2.      Mengetahui pengertian ihdad.
3.      Mengetahui hukum ihdad wanita karir.
D.    Metode Pengumpulan Data
Adapun metode pengumpulan data dalam menyusun makalah ini yaitu menggunakan penelusuran pustaka (Library Research).




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian wanita karir
Begitu terbuka kesempatan-kesempatan bagi wanita untuk ikut aktif berperan dalam masyarakat, menimbulkan berbagai masalah. Kepadanya dihadapkan beberapa pernyataan. Apakah ia hanya akan menjadi ibu dari anak-anaknya saja, atau menjadi isteri dari suaminya, atau ikut dalam kegiatan organisasi kemasyarakatan (profesional) secara penuh, atau membagi kegiatan itu secara berimbang.
Pada umumnya, motivasi bekerja atau mengadakan kegiatan diluar rumah tangga, bukanlah semata-mata mencari penghasilan, tetapi ada tujuan-tujuan lainya. Seperti ingin: ingin maju, ingin mendapat pengetahuan, ingin mendapat tempat dalam masyarakat dan karena motivasi lainnya, yang pada intinya ingin memuaskan dirinya.
Dalam mewujudkan keinginan itu, tidak selamanya berjalan mulus sesuai dengan yang diharapkan. Ada masalah yang muncul dalam meneliti marier yang sebelumnya tidak terbayangkan.
Sebagai wanita yang aktif diluar rumah tangga, seperti aktif diorganisasi, perusahaan, pegawai negeri dan lembaga-lembaga yang ada dalam masyarakat, kurang memahami tugas pokoknya dan bahkan ada yang melupakannya sama sekali dengan alasan, bahwa mengurus dapur dan rumah tangga tidak begitu penting, karena dapat ditanggulangi dan diatasi oleh pembantu.
Maria Ulfah Subadio, S.H. melihat ada empat golongan wanita dalam masyarakat, yaitu:
1.      Ada wanita yang punya bekal dan cita-cita luhur, sehingga ia memberikan seluruh pengabdiannya, ia memilih untuk tidak berumah tangga ( tetap single).
2.      Ada wanita yang sudah merasa bahagia dengan memberikan pengabdiannya kepada keluarganya, jadi 100% menjadi ibu rumah tangga.
3.      Ada wanita-wanita yang cakap yang mungkin juga karena ambisinya, rela memberikan prioritas  kepada pekerjaannya diatas keluarganya. Ini dapat menimbulkan konsekuensi perceraian.
4.      Ada wanita yang memilih jalan tengah, karena ia bekerja, maka menerima peranan rangkapnya dengan mencoba mengadakan kombinasi yang sebaik-baiknya. Wanita ini harus mengerti apa yang enghambat suksesnya dalam pekerjaan, akan tetapi rela karena kesadarannya, bahwa baginya keluarga adalah penting juga.
Bagi wanita-wanita yang memilih jalan hidup tidak berumah tangga, tidak dibicarakan dalam tulisan ini. Masalah yang memerlukan telaahan adalah wanita yang berfungsi gand, yaitu wanita sebagai ibu rumah tangga, sebagai isteri dan sebagai wanita karier.
Apa sebenarnya yang mendorong wanita itu berkarier? Oleh Lewis dikatakan dalam buku “ Devoloping Women’s Potential”, yang dikutip oleh Utami Munandar, bahwa ada beberapa kondisi yang mengubah status dan peran wanita, antara lain:
a.       Perkembangan di sektor industri. Karena kenaikan kegiatan di sektor industri, menjadi penyerapan besar-besaran terhadap tenaga kerja. Karena kekurangan tenaga kerja, banyak tenaga kerja diperbantukan, terutama pada pekerjan yang tidak membutuhkan tenaga, pikiran.
b.      Di dunia maju, kondisi kerja yang baik serta waktu kerja yang baik/singkat memungkinkan para wanita pekerja dapat membagi tanggung jawab pekerjaan dengan baik
c.       Kemajuan wanita di sektor pendidikan. Dengan semakin luasnya kesempatan bgi wanita untuk menuntut ilmu, banyak wanita terdidik tidak lagi merasa puas bila hanya menjalankan peranannya dirumah saja. Mereka butuh kesempatan untuk berprestasi dan mewujudkan kemampuan dirinya sesuai dengan kemampuan dan keterampilan yang telah dipelajarinya.
d.      Perubahan yang terjadi dikehidupan masyarakat tani desa menjadi masyarakat kota modern. Keadaan sosial ekonomi yang kurang baik didaerah pedesaan menjadi alasan utama masyarakat desa mengadu nasib dikota. Kehidupan yang sulit inilah yang juga membuat kaum wanita tidak dapat berpangku tangan saja dirumah. Mereka tergugah untuk bertanggug jawab atas kelanjutan hidup keluarga dan karena itu lalu mereka bekerja.
Kalau kita melihat kepada uraian diatas, maka peranan wanita sebagai ibu rumah tangga sebenarnya sudah cukup menyita waktu, ditambah lagi sebagai isteri pendamping suami.
Dengan demikian, apabila ada wanita yang menjadi wanita karier, seperti senima, artis, pengusaha, pegawai dan pemeran dalam berbagai kegiatan lainnya, maka seyogyanya mempertimbangkan tugas pokok yang harus diemban, yaitu sebagai ibu rumah tangga, tanpa mengecilkan arti kegiatan yang dilakukan diluar rumah tangga. Kegiatan apa pun diluar rumah tangga boleh dilakukan, asal jangan melupakan kodratnya sebagai wanita, sebab tugas ibu dan isteri tidak dapat digantikan oleh pembantu, terutama menyangkut dengan masalah pendidikan dan perhatian terhadap anak.
Peluang untuk wanita bertugas diluar rumah tangga cukup banyak. Bila sudah banyak wanita yang meninggalkan posnya (markasnya) sebagai ibu rumah tangga, maka lebih banyak lagi anak-anak yang kehilangan kasih sayang dan perhatian dari orang tuanya. Sebagai akibatnya, anak-anak menjadi nakal dan mencari perhatian di dalam masyarakat dengan membuat kegaduhan dan tingkah laku yang menggelisahka masyarakat setempat.[2]
Al-Qur’an, dalam memberikan pengistilahan kepada perempuan menggunakan tiga kata yang berbeda bila dilihat dari aspek tekstual, tetapi bila dilihat dari aspek konstektual relatif sama. Kata “  ا لمراة  dan “   ا لنسا “ berarti perempuan yang telah dewasa atau istri, sedang “لا نثي ا“ berarti perempuan secara umum (al-Asfahani).[3] Perbedaan tekstual dalam pengistilahan ini tidak sampai merusak substansi konstektual dalam spektrum keperempuanan secara utuh, tetapi mencoba mengakomudir nilai-nilai esensial, sakral, dan kultural yang dimiliki oleh permpuan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata wanita adalah perempuan dewasa. Perempuan yang masih kecil untuk anak-anak tidak termasuk dalam wanita. Kata karier mempunyai dua pengertian: pertama, karier berarti pengembangan dan kemajuan dalam kehidupan, pekerjaan, dan sebagainya; kedua, karier berarti juga pekerjaan yang memberikan harapan untuk maju. Ketika kata “ wanita” dan “karier” disatukan, maka kata itu berarti wanita yang berkecinampung dalam kegiatan profesi dan dilandasi keahlian pendidikan tertentu.[4]

B.     Pengertian Ihdad
Menurut Abu Yahya Zakaria al-Anshary, ihdad berasal dari kata ahadda, dan kadang-kadang bisa juga disebut al-hidad yang diambil dari kata hadda. Secara etimologis (lighawi) ihdad berarti al-man’u (cegahan atau larangan). Adapun pendapat ulama yang lain sebagai berikut:
1.      Abdul Mujeib dkk, ihdad adalah masa berkabung bagi seorang isteri yang ditinggal mati suaminya. Maka tersebut adalah 4 bulan 10 hari disertai dengan larangan-larangannya, antara lain: bercelak mata, berhias diri, keluar rumah, kecuali dalam keadaan terpaksa.
2.      Sayyid Abu Bakar al-Dimyathi. Ihdad adalah menahan diri dari bersolek atau berhias pada badan.
3.      Wahbah al-zuhaili. Ihdad ialah meninggalkan harum-haruman, perhiasan, celak mata, dan minyak yang mengharumkan maupun yang tidak. Tetapi tidak dilarang memperindah tempat tidur, karpet, gorden, dan alat-alat rumah tangganya. Ia juga tidak dilarang duduk di atas kain sutera.
Sedangkan Pengertian Syarak,
ihdad ialah meninggalkan pemakaian pakaian yang di celup warna yang dimaksudkan untuk perhiasan, sekalipun pencelupan itu dilakukan sebelum kain tersebut ditenun, atau kain itu menjadi kasar/ kesat (setelah dicelup)”.
Demikian sebagian pendapat-pendapat tentang pengertian ihdad dan banyak lagi pengertian lainnya yang pada intinya sama yaitu meninggalkan berdandan atau berhias diri.[5]
C.    Hukum Ihdad Wanita Karir
Zainab binti Abu Salamah berkata, aku masuk kerumah Ummu Habibah, Isteri Nabi saw ketika ayahnya, Abu Sufyan bin Harb mennggal dunia. Lalu Ummu Habibah meminta minyak wangi berwarna kuning, lalu menyuruh budaknya untuk mengoleskan minyak wangi pada ayahnya itu. Kemudian budak itu mengoleskan pada jambangnya. Dan selanjutnya ia berkata, “Demi Allah, bukan karena aku sudah tidak mempunyai hasrat pada wangi-wangian, hanya saja aku pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda, yang artinya “Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk berihdad terhadap mayat lebih dari tiga hari kecuali bila yang meninggal itu suaminya, maka ia berihdad selama empat bulan sepuluh hari”.
Zainab berkata, kemudian aku masuk menemui Zainab binti Jahsy ketika saudaranya meninggal dunia. Ia juga minta diambilakan minyak wangi dan dikenakan pada badannya lalu berkata “Aku sebenarnya tidak berkeinginan terhadap wewangian. Hanya saja aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk berihdad terhadap mayat lebih dari tiga hari. Kecuali bila yang meninggal itu suaminya, maka ia berihdad selama empat bulan sepuluh hari’.”
Zainab melanjutkan penjelasannya, “Aku pernah mendengar ibuku, Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, berkata, ‘Datang seorang wanita menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, suami putriku telah meninggal dunia. Sementara putriku mengeluhkan rasa sakit pada matanya. Apakah kami boleh memakaikan celak pada matanya?’ ‘Tidak,’ jawab Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebanyak dua atau tiga kali. Setelahnya beliau bersabda: “Masa ihdad itu hanyalah empat bulan sepuluh hari. Adapun dulu di masa jahiliah salah seorang wanita dari kalian menjalani masa iddahnya selama satu tahun”.
Iddah  menurut para ulama hukumnya wajib. Selama ihdad tidak diperbolehkan perhiasan, wangi-wangian, celak dan lain-lain yang ada unsur untuk memperindah diri.
1.  Ihdad Bagi Istri Yang Ditinggal Suami
Berihdad atas kematian suami wajib dijalani seorang istri selama empat bulan sepuluh hari, sama dengan masa iddahnya. Sebagaimana firman Allah swt “Orang-orang yang meninggal dunia di antara kalian dengan meninggalkan istri-istri maka hendaklah para istri tersebut menangguhkan dirinya (ber’iddah) selama empat bulan sepuluh hari….” (Al-Baqarah: 234)
2.   Tidak ada Ihdad Bagi Ummu Walad
Ulama sepakat tidak ada ihdad bagi ummul walad (budak perempuan yang telah melahirkan anak untuk tuannya), tidak pula bagi budak perempuan yang tuannya meninggal. Karena mereka tidak berstatus istri dan si mayat bukan suami mereka.
3. Ihdad Bagi Wanita yang Di-Talak
Sedangkan dalam kitab Syarh as-Sunnah. Jika ia dijatuhi talak Raj’i, maka tidak ada kewajiban baginya, tetapi hendaknya ia berbuat apa yang menjadi kecenderungan hati suaminya supaya suaminya mau kembali lagi padanya. Sedangkan yang di jatuhi talak ba’in, maka terdapat dua pendapat, yaitu Pertama, ia wajib ber-ihdad sebagaimana halnya wanita yang ditinggal suaminya. Hal ini di pegang oleh Abu Hanifah. Kedua, tidak ada kewajiban berihdad karena ihdad itu dilakukan karena kematian dan tidak untuk yang lainnya. Ihdad untuk selain kematian suami ini sama sekali tidak pernah dikerjakan oleh kaum wanita pada masa Nabi saw dan masa khulafa’urrrasyidin.
4.  Tidak ada ihdad bagi wanita karier
Ihdad bagi fuqaha adalah sebagai ibadah maka diwajibkan atas wanita musliman dantidak wajib bagi wanita karier menurut al-Qadhi (Ibnu Rusyd).
Hadits Nabi saw “seorang wanita tidak boleh berihdad karena kematian lebih dari tiga hari, kecuali karena kemtian suami, maka ia berihdad selama empat bulan sepuluh hari. Janganlah wanita itu memakai pakaian berwarna, kecuali baju lurik, jangan menggunakan celak mata, dan memakai harum-haruman, janganlah memakai inai dan menyisir rambutkecuali jika ia baru saja suci dari menstruasi, maka ia bolehlah mengambil sepotong kayu wangi.

1.      Tidak Boleh Bercelak secara Mutlak

Zainab bintu Abu Salamah mengabarkan dari ibunya, Ummul Mukminin Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha yang artinya “Datang seorang wanita menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia berkata, ”Wahai Rasulullah, suami putriku telah meninggal dunia. Sementara putriku mengeluhkan rasa sakit pada matanya. Apakah ia boleh mencelaki matanya?” ”Tidak,” jawab Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebanyak dua atau tiga kali.” (HR. Al-Bukhari no. 5336 dan Muslim no. 3709)
Dan diperbolehkan memakai delak pada malam hari sebagaimana hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke tempatku ketika Abu Salamah wafat sementara aku memakai shabr (jenis celak) pada kedua mataku. Beliau bertanya, “Apa yang kau pakai pada matamu, wahai Ummu Salamah?” “Ini cuma shabr, wahai Rasulullah, tidak mengandung wewangian,” jawabku. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Shabr itu membuat warna wajah bercahaya/menyala, maka jangan engkau memakainya kecuali pada waktu malam dan hilangkan di waktu siang. Jangan menyisir (mengolesi) rambutmu dengan minyak wangi dan jangan pula memakai hina` (inai/daun pacar) karena hina` itu (berfungsi) sebagai semir (mewarnai rambut dan kuku, –pent.).” Ummu Salamah berkata, “Kalau begitu dengan apa aku meminyaki rambutku, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Daun sidr dapat engkau pakai untuk memolesi rambutmu.” (HR. Abu Dawud no. 2305)
2. Tidak Boleh Berwangi-wangian
Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullahu berkata, “Dari ucapan Ummu ‘Athiyyah, ‘Kami tidak boleh memakai wewangian’ menunjukkan haramnya minyak wangi bagi wanita yang sedang berihdad. Yang terlarang di sini adalah segala yang dinamakan wewangian dan tidak ada perselisihan pendapat dalam hal ini.”
3. Tidak Boleh Mempercantik Diri dengan Bersolek
Batasan berhias atau tidak berhias kembalinya kepada ’urf (adat kebiasaan) setiap zaman dan tempat. Sehingga tidak bisa diberi ketentuan pakaian yang bentuknya bagaimana dan penampilan bagaimana yang teranggap berhias. (Taisirul ‘Allam, 2/354)
4. Tidak Boleh Berpakaian yang Menarik / Dicelup agar Menjadi Indah
Bila dikatakan, “Ini pakaian biasa”, berarti tidak wajib untuk ditinggalkan, boleh dikenakan selama ihdad, walaupun pakaian tersebut memiliki model atau berwarna/bercorak. Tapi bila dikatakan, “Ini pakaian untuk berhias”, berarti wajib dijauhi selama ihdad, baik pakaian tersebut meliputi seluruh tubuh atau hanya untuk menutupi sebagiannya seperti celana panjang, rok, syal, dan sebagainya.

5.  Tidak Boleh Memakai Perhiasan
Al-Imam Malik rahimahullahu berkata, “Wanita yang sedang berihdad karena kematian suaminya tidak boleh mengenakan perhiasan sedikitpun baik berupa cincin, gelang kaki atau yang selainnya.” (Al-Muwaththa`, 2/599)
Bila si wanita dalam keadaan berperhiasan saat suaminya meninggal dunia maka ia harus melepaskannya, seperti gelang dan anting-anting. Adapun bila ia memakai gigi emas (gigi palsu dari emas) dan tidak mungkin dilepaskan maka tidak wajib baginya melepasnya, namun ia upayakan untuk menyembunyikannya.
6.  Berdiam di Rumahnya
Dalam Majmu’ Fatawa (17/159), Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu menjelaskan keharusan wanita yang berihdad untuk tidak berhias dan memakai wewangian pada tubuh serta pakaiannya. Ia harus berdiam dalam rumahnya, tidak boleh keluar di siang hari kecuali ada kebutuhan dan tidak boleh pula keluar di waktu malam kecuali darurat. Ia tidak boleh memakai perhiasan, tidak boleh mewarnai rambut dan kukunya dengan inai atau selainnya.






[1] Abdullah A. Djawas, Dilema Wanita Karier (menuju keluarga sakinah), Ababil, 1996, Hlm. 9
[2] M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah Al Hadis Pada Masalah-masalah kontemporer hukum Islam, Jakarta: Grafindo Persada, 2000, h 192-194
[3] Drs. Hamid Laonso, M. Ag. M. Pd dan Drs. Muhammad Jamil,  M.Pd, (Hukum Islam Alternatif  Solus Terhadap Masalah Fiqih Kontemporer), Restu Ilahi, 2005, Hlm. 77
[4] Ajat Sudrajat, (Fikih Aktual Membahas Problematika Hukum Islam Kontemporer), Stain Ponorogo Press, 2008, Hlm. 103

Artikel Terkait

Masailul Fiqh Tentang Ihdah Wanita Karier
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email